Apakah aku hidup
diatas takdir yang telah dipilihkan oleh Tuhan ku?
*
Banyak orang yang
berkata bahwa hidup ini sebuah takdir.
Apapun pilihan mu, jika Tuhan tidak berkehendak, maka tidak.
Ya sudahlah.. percuma aku
berusaha lebih keras lagi, ini sudah takdirku…
Kegagalan saya bukanlah
kesalahan saya, melainkan sudah takdir dari yang Maha Kuasa…
Begitulah, orang seringkali membatasi kehidupannya sendiri dengan
kata takdir. Membuat diri mereka membangun benteng dari baja akan segala usaha
yang sebenarnya masih bisa untuk dilakukan. Sehingga dirinya hanya pasrah
terhadap apa yang diterima dari usaha
yang minimalis. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk mengejar apa-apa yang
kiranya perlu untuk di perjuangkan, karena sugesti mereka, itulah takdir.
Tentang takdir dan
pilihan memang tak bisa selalu dikaitkan, tapi pada dasarnya mereka saling
berkaitan. Bagiku, hidup memang sebuah takdir. Tapi hidup juga sebuah pilihan. Mungkin aku bisa menyebut bahwa aku
ditakdirkan terlahir di depan ribuan pilihan. Memang takdir itu tak perlu
dipilih, karena Tuhan sudah menentukan, contohnya : Tuhan menakdirkan ku
terlahir dari rahim ibu ku sebagai seorang perempuan.
Apa aku bisa memilih untuk dilahirkan sebagai seorang lelaki? “Tidak”
Bagaimana bisa aku meminta untuk dilahirkan sebagai seorang lelaki?
Mau negosiasi sama Tuhan? “Dilahirkan saja belum kok mau negosiasi,
kan lucu.”
Setiap waktu, kita pasti sering di hadapkan oleh berbagai
pilihan yang dominannya membuat kita bingung dan harus berfikir panjang untuk
memutuskannya. Dan sering kali, kita sudah lama memikirkan keputusan tersebut,
namun ternyata hasilnya tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Diluar dugaan
kita sebagai manusia biasa, justru apa yang tak kita harapkan yang datang
menghampiri kita.
Bila saja aku terlalu mengikuti bahwa kehidupanku adalah sebuah
pilihan. Maka aku memilih tak mau mati. Ah, sayangnya itu tak mungkin. Adakalanya
kita tak bisa mencampuradukkan tentang takdir dan pilihan. Dari hal itu kita
bisa mengamati bahwa apa yang menjadi pilihan hidup kita pun belum tentu
menjadi takdir kita. Manusia memang punya pilihan dalam kehidupan, tapi tetap
saja ia tak kan bisa melawan takdirnya.
Kehidupan manusia
memang kodratnya terjebak dalam dua bagian. Pada bagian pertama, manusia
berperan menerima kehendak yang memang terjadi padanya, yaitu takdir. Kita tak
bisa menolak, pun protes sampai negosiasi seperti seorang pedagang dan pembeli.
Pada akhirnya tetap tak bisa. Kita hanya bisa mengikhlaskan diri menerima garis
takdir yang telah ditetapkan Tuhan, menimaninya dan meyakini bahwa takdir Tuhan
itu yag terbaik.
Pada bagian kedua,
manusia berperan sebagai pemilih. Kita diciptakan sebagai makhluk yang memiliki
akal untuk memilih mana yang baik, benar, buruk dan salah menurut kita. Semua itu
berdasarkan pemikiran kita sendiri, terlepas bagaimana akibatnya atas apa yang
telah kita pilih. Tetapi disini, kita akan dihadapkan pada sebuah fase
pertanggungjawaban. Atas semua pilihan yang telah kita pilih, kita harus
mempertanggungjawabkan semua itu. Entah itu di dunia, ataupun di akhirat.
Jangan menyalahkan
takdir atas kejadian-kejadian dalam hidup yang sebenarnya itu merupakan pilihan
dari kita. Masa depan ada di tangan kita sendiri, mau jadi apakah Kita? Silahkan
tentukan, semoga kemauan mu sejalan dengan rencana Tuhanmu.
~diayu
Komentar
Posting Komentar